Oleh: Isna Fatima
(Korp Instruktur IMM PC Djazman Al Kindi)
Kita ketahui IMM dihuni
oleh mahasiswa yang mayoritas berusia produktif dan terus mencari sebuah jati
diri. Fakta menunjukkan bahwa sistem yang dibangun dalam suatu kampus menuntut
mahasiswa untuk aktif diperkuliahan minimal 75 persen kehadiran yang setara
dengan absen tidak masuk sebanyak 3 kali per 14 pertemuan/tatap muka dengan
dosen. Ditambah lagi dengan waktu malam larut hingga pagi untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Jika sudah merasa penat dan jenuh alias
kurang piknik, biasanya para mahasiswa berkutat dengan HP androidnya, mencari refreshing dengan nonton film korea,
film bioskop keluaran terbaru dan hang
out dengan pacar. Dirasa waktu untuk berorganisasi tidak ada.
Permasalahan baru
muncul ketika para mahasiswa memasuki dunia organisasi. Dunia yang diisi dengan
rutinitas membaca, diskusi, merenung (kontemplasi) dan menulis. Belajar
bernalar kritis dan berdialektika, rapat harian, menjalankan roda kepemimpinan,
merealisasikan program kerja. Mahasiswa yang hanya ingin mencari pengalaman dan
banyak teman baru tidak akan kuat menghadapi dinamika yang terjadi dalam
berorganisasi. Hingga akhirnya memilih keluar dari organisasi tersebut.
Disinilah letak keinstanan yang ingin segera didapatkan. Namun kandas karena
pengaruh motivasi dan mental yang belum siap untuk berorganisasi.
IMM sebagai ortom
Muhammadiyah yang memiliki leluasa berkiprah bahkan diakui menjadi organisasi
internal dengan adanya statuta dari PTM yang bersangkutan. Sangat strategis
dalam melakukan rekruitmen partisipan IMM yakni mahasiswa baru. Mahasiswa baru
memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Ada yang dahulu di bangku
sekolah pernah mengikuti OSIS, ROHIS, Pramuka, IPM, Karang Taruna, dan
organisasi lainnya. Banyak pula mahasiswa yang belum pernah mengikuti
organisasi sama sekali. Nilai tawar (konsep) dalam pengenalan IMM terhadap
mahasiswa baru menjadi nilai tersendiri, mengapa pada akhirnya mereka memilih
ber-IMM. Pun disisi lain, prinsip dalam ber-IMM yang menjadikan Tri Kompetensi
Dasar dan Trilogi sebagai ciri khas dan lahan garapan IMM juga menjadi daya
tarik para partisipan tersebut.
Atas dasar motivasi dan
latar belakang dalam ber-IMM perlu menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan ‘perlakuan’
terhadap para partisipan supaya tidak beralih ke organisasi lainnya yang
berbeda ideologi. Dalam memberikan ‘perlakuan’ dapat dianalogikan dengan sistem
yang dibangun dalam pendidikan di Finlandia, apa yang siswa ingin pelajari
diberikan fasilitas terbaik oleh gurunya untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki masing-masing siswa.
Perlu ada tahapan-tahapan
yang dilalui oleh masing-masing partisipan untuk menjadi anggota IMM. Pertama, Who Am I?. Siapa sebenarnya diriku ini? Manusia
yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Manusia yang sadar dengan kekurangan
yang dimilikinya maka perlu tindakan yang tepat untuk merubahnya. Misalnya
sikap malas, dapat diatasi dengan memanajemen waktu selama 24 jam untuk
melakukan hal-hal yang bermanfaat. Jika lelah dan malas melanda dianjurkan
untuk istirahat sejenak 15 menit tidur atau bepergian ke tempat yang hijau
untuk menghirup udara yang segar. Manusia yang sadar dengan kelebihannya, perlu
dikembangkan potensi yang ada. Misalnya, suka diskusi. Maka, bergeraklah untuk
mengembangkan relasi dan berdiskusi dengan teman yang lainnya. Untuk mengetahui
siapa diriku ini sudah terdapat instrumen yang dapat mengukurnya yakni tes Who Am I?.
Kedua, menjadi manusia
pembelajar. Nilai tawar (konsep) dan prinsip dalam ber-IMM yakni Religiusitas,
Intelektualitas, dan Humanitas dengan diterjemahkan kedalam berbagai bidang
dalam organisasi IMM namun tetap menjadi satu kesatuan yang utuh. Berusaha
memahami masing-masing bidang garapan tersebut, mulai membuka diri dengan
masukan dan kritikan yang akan membangun potensi yang terdapat dalam diri kita
karena proses belajar itu akan terus bergerak dinamis yang menjadikan setiap
jaman itu berbeda.
Ketiga, Organisasi lain
dijadikan sebagai teman. Masih banyak sekali mahasiswa yang berkecimpung di IMM
menganggap bahwa pergerakan lain sebagai musuh. Memang perlu waktu yang tidak
sedikit untuk mengakrabkan diri terhadap gerakan mahasiswa lainnya. Hal tersebut
dapat dibangun dengan sebuah value yakni
penanaman nilai moral agama, selanjutnya vision
yakni dengan memperluas wawasan pemikiran atau keilmuan dan courage yakni dengan menguatkan mental
untuk mengaktualisasikan (action) sebuah
program atau kebijakan.
Setiap organisasi hidup
berdampingan dengan organisasi lain. Setiap organisasi memiliki ideologi yang
berbeda. Namun, dalam bergerak maju perlu bekerjasama dan hidup secara
berdampingan. Saling belajar satu sama lain dengan mengambil nilai-nilai positif
sesuai dengan organisasi yang kita tekuni. Disinilah letak sebuah perubahan
dalam diri, mulai terbuka dengan kritik, saran dan masukan. Teruslah
berkompetisi dalam kebaikan. IMM jaya abadi dalam berjuang ini. Fastabiqul
Khairat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar