Oleh : M. Rizal Firdaus
Televisi
berkembang begitu cepat seiring perkembangan zaman dan teknologi yang terus
berkembang di abad 21 ini. Peran televisi yang begitu berpengaruh di masyarakat
dalam hal aspek politik, budaya hingga aspek kehidupan masyarakat dapat kita lihat dan saksikan.
Dalam sejarah
perkembangan televisi Indonesia , siaran pertama kali ditayangkan tanggal 17
Agustus 1962 yaitu pada saat peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
yang ke 17. Sebagai satu-satunya televisi di Indoesia, TVRI mampu menjangkau
wilayah nusantara hingga pelosok dengan menggunakan satelit komunikasi ruang
angkasa kemudian berperan sebagai corong pemerintah kepada rakyat. Bahkan hingga
sampai sebelum tahun 1990an, TVRI menjadi single source information bagi
masyarakat dan tidak dipungkiri bahwa kemudian timbul upaya media ini sebagai
media propaganda kekuasaan.
Seiring dengan
kemajuan pertelevisian Indonesia, pada tahun 1989 pemerintah mulai membuka ijin
didirikannya televisi swasta. Pada waktu itu yang pertama kali adalah Rajawali
Citra Televisi Indonesia (RCTI), pada saat itu hanya bisa mencangkup JABOTABEK
saja. Selanjutnya pertelevisian swasta Indonesia terus berkembang hingga saat
ini.
Pada masa
reformasi jatuhnya Soeharto berikut orde yang dibangunnya telah membawa
perubahan besar di dunia pertelevisian Indonesia. Yang berkuasa atas siaran TV
bukan lagi pemerintah dan aparatusnya tetapi bergeser ke pemilik modal.
Merekalah yang menentukan format dan isi siaran yang ditayangkan TV. Pemilik
modal ini berorientasi pada akumulasi modal dan cenderung abai pada kepentingan
publik. Mereka tidak pernah mau peduli apakah siaran yang diproduksi TV
bermanfaat atau tidak, yang penting bagi mereka siaran itu menghasilkan uang.
Dengan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara berkomunikasi manusia
baik individu maupun kelompok dan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Atas kemajuan teknologi informasi dan komunikasi banyak kemudian para aktor
politik memanfaatkan sebagai kampanye politiknya, salah satu melalui media masa
berupa televisi. Di Indonesia sendiri banyak pemilik stasiun televisi yang
terjun dalam kancah politik atau memang sedari dulu mereka telah berkecimpung
di dunia politik.
Aktor politik
tentunya memiliki kekuatan, seperti modal uang, modal budaya, dan modal
simbolik. Tentunya aktor politik memiliki stasiun televisi seperti pemilik MNC
Group dan pemilik TV One dan ANTV, mempunyai propaganda yang besar yang bisa
diselipkan diberbagai acara televisi. Media massa sebenarnya memiliki kemampuan
untuk bersaing di kancah perpolitikan di Indonesia. Dalam pencitraan yang
dilakukan oleh aktor politik tentunya sangat leluasa dalam berkampanye maupun
propaganda yang dibuatnya dalam kepentingan dirinya.
Fenomena saat
ini yang dilakukan oleh aktor politik yang memiliki media masa tentunya
mempunyai kepentingan dalam menyiarkan tayangan. Sehingga terkadang setiap
tayangan yang ditampilkan berbeda dengan yang lain. Alhasil, masyarakat bingung
dan jenuh terhadap pemberitaan yang ditampilkan selalu melihat punya
kepentingan pribadi yang tidak berhubungan dengan masyarakat.
Dengan adanya
seperti ini, media massa cenderung mengalami perubahan fungsi, tidak hanya
sebagai penyampai informasi melainkan sebagai pecintraan atau media kampanye
yang berupa kampanye terselubung. Terkadang propaganda yang dilakukan untuk
menyerang lawannya. Padahal kalau kita ketahui frekuensi saluran televisi milik
publik yang dikuasai Negara bukan punya diri sendiri, media masa memberikan
informasi yang mencerdaskan bagi masyarakat dan bermutu.
Seperti ini
lah kondisi pertelevisian Indonesia yang sudah berbau-bau politik. Dalam kasus
yang lain tentang media masa. Perusahaan pertelevisian indonesia saat ini
sedang berlomba-lomba menaikan rating agar penghasilan yang didapat dari iklan
akan terus mengalir. Semakin tinggi rating yang didapat semakin tinggi pula
penghasilan yang didapat. Akan tetapi dari sekian jumlah tayangan televisi
banyak direspon negatif dari masyarakat khususnya pada program sinetron,
infotaiment sampai berita. Data dari survey komisi penyiaran indonesia (KPI)
yang bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan 12
perguruan tinggi di Indonesia, hasil yang didapat masih sangat rendah.
Dari survei
yang dilakukan atas tanyangan televisi pada bulan juni 2016, didapati indeks
kualitas untuk program sinetron sebesar 2,95, program berita sebesar 3,49, dan
program infotainmen sebesar 2,52. Adapun standar indeks kualitas yang ditetapkan
KPI untuk setiap program siaran adalah 4.
Dalam program
infotainmen punya indeks sangat rendah dikarenakan, kita tahu bahwa apa yang
dilakukan pertelevisian ketika meliput tentang kehidupan pribadi seseorang
tidak melihat nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan. KPI sendiri melihat
program itu sangat memprihatinkan.
Kondisi
sinetron di Indonesia dalam penilaian KPI tergolong rendah kurang mencerminkan
budaya Indonesia. Banyak alur cerita yang terkadang sampai ”ruwet” dan kurang
bermutu dan kurang mendidik untuk masyarakat dan anak-anak. Banyak adegan
percintaan yang sejatinya tidak sesuai dengan kondisi budaya Indonesia,
kekerasan yang ditontonkan secara bebas membuat anak ikut-ikutan.
Dalam program
berita seharusnya memberikan informasi yang fakta dan jelas tidak membuta
opini, dalam hal ini KPI menilai ada berita yang tidak mengutamakan publik
hanya mementingkan kepentingannya, jauh dari berita faktual terkadang juga
berita menyampaikan opini untuk memberikan perlawanannya terhadap lawan,
seolah-olah keberimbangan berita tidak jelas. Banyak kepentingan-kepentingan
didalamnya untuk memperpuas diri.
Seperti ini
kondisi pertelevisian Indonesia yang bisa dibilang memprihatinkan. Masyarakat
membutuhkan informasi yang mencerdaskan, mendidik, faktual dan tidak memihak
kepada siapapun. Anak membutuhkan hiburan anak berupa tayangan mendidik tidak
butuh tayangan yang berupa kekerasan apalagi percintaan yang seharusnya belum
sesuai umurnya. Sebagai lembaga yang mengatur pertelevisian perlu banyak
evaluasi terhadap perusahaan televisi, agar dapat mengontrol tayangan. Sebagai
perusahaan pertelevisian perlu menjaga etika dalam memberikan informasi, tidak
sepatutnya memberikan memutar balikkan fakta untuk menyerang lawan, jangan
sampai media masa beralih fungsi untuk kepentingan politik semata yang tidak
ada kepetingannya dengan masyarakat. Dan
perlu diketahui masyarakat sekarang sudah “lapar” dengan tayangan yang cerdas
bukan tayangan “sampah” yang bikin sumber penyakit, menimbulkan dampak negatif
dan dapat memperpecah bangsa.
========================================================================
Sumber :
========================================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar