Oleh : Muhammad Zulfikar Nur
PC IMM DJAZMAN AL KINDI - Perjalanan zaman dewasa ini
nampaknya menuntut kita untuk memikirkan kembali mengenai langkah strategis
dakwah islam, dakwah yang dapat
fleksibel terhadapat perubahan sosial, modernitas, dan globalisasi. Gagasan tentang
dakwah kontemporer ini bukanlah barang
baru, di Indonesia saja sudah mulai digalakkan oleh MUI pada tahun 1962 sebagai
respon dari pandangan Buya Hamka yang melihat perubahan sosial yang ada dan
perlunya paradigma baru tentang dakwah.
Pandangan mengenai dakwah baru ini
tidak hanya dikemukakan oleh golongan ulama saja, namun juga dikemukakan oleh
cendekiawan islam dari golongan militer, seperti Brigjend Sudirman M. Sarbini
dan Sucipto Yudodiharjo, dari kalangan pengusaha A. Marwan kemudian membentuk
Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) yang juga melahirkan paradigma baru
tentang dakwah.
Modernisasi yang selama ini
dipandang sebagai ibu dari Konsumerisme, Hedonisme dan Instanisme juga penting
untuk diamati dalam rangka merekonstruksi kembali gerakan dakwah islam ini.
Selanjutnya dalam pengaruh Postmodernisme yang memiliki karakter antara lain ;
Pertama, Memudarnya kepercayaan terhadap agama yang bersifat transenden dan
semakin literasinya pandangan pluralisme-relativisme kebenaran. Kedua, Perilaku
seseorang sudah tidak lagi ditentukan oleh norma agama namun tanpa disadari
telah diatur oleh media massa, atau bisa disebut media massa ini sudah menjadi
“agama” dan “Tuhan” sekuler. Ketiga, munculnya radikalisme etnis dan keagamaan.
Keempat, semakin kuatnya pola wilayah kota sebagai pusat kebudayaan dan desa
sebagai daerah pinggiran, hal ini juga berlaku bagi penguatan dominannya negara
maju atas negara berkembang.
Perubahan sosial yang ada diatas
seakan menghendaki kita untuk selalu mendinamisasikan gerak dakwah yang juga
harus diadaptasikan dengan realita yang ada, atau paling tidak selangkah lebih
maju dari realitas yang ada. Hal ini diharapkan para kelompok-kelompok
penggerak dakwah sepertI IMM dapat selalu menghasilkan gagasan-gagasan baru
melalui aktivitas perkaderan, diskusi, ataupun pelatihan. Jangan sampai IMM
sebagai anak Intelektual dari Muhammadiyah yang diharapkan mengembangkan islam
berkemajuan justru mengalami stagnansi berfikir dan kelesuan intelektual,
apalagi hingga terjadi kematian berpikir dalam diri kader IMM.
Menilik gerak dakwah IMM dari segi
historisitas tentunya sangat menarik, berawal dari kelahirannya di masa-masa
kritis karena harus berhadapan dengan NASAKOM dan ancaman PKI sehingga disebutkan pada masa ini disebutkan
gerak dakwah IMM lebih masif diarahkan pada pembinaan personil, penguatan
organisasi, pembentukan, dan pengembangan IMM di kota-kota maupun perguruan
tinggi. Pada tahun 1971-1975 gerak dakwah IMM mulai diarahkan pada pengembangan
organisasi melalui program-program sosial, ekonomi, masalah kemahasiswaan, umat
dan bangsa, serta masalah pendidikan. Pada periode 1980-an IMM mulai banyak
mencurahkan perhatiannya pada gerakan dakwah kebangsaan, menyikapi isu sosial
politik kebangsaan, hingga pada periode 2003-2016 IMM fokus pada isu-isu
kemanusiaan dan kebangsaan.
IMM sebagai salah satu anak
intelektual dari Muhammadiyah dalam gerak dakwahnya harus membawa
prinsip-prinsip diantaranya, Tauhid sebagai spirit gerakan ; dalam prinsip ini
kader IMM harus bebas dari segala bentuk keyakinan yang merusak hubungan dengan
Allah SWT. Apakah itu dalam bentuk Animisme, Dinamisme, ataupun Atheisme.
Prinsip selanjutnya adalah Ibadah untuk kemanusiaan ; ibadah sebagai makna
transenden harus menjadi nadi kehidupan dalam diri kader IMM sehingga kader
tidak dicap sebagai sosok yang hanya pandai dalam kawasan teoritis-konseptual
semata. Akhlak sebagai ciri khas gerakan ; IMM lahir sebagaimana islam lahir,
kelahiran IMM merupakan refleksi dari bobroknya moralitas akhlak masyarakat
serta sistem yang ada, dengan ini maka IMM tegas mengatakan dirinya adalah
gerakan kemahasiswaan islam yang bersandar pad Alquran dan As-sunnah. Prinsip
terakhir dalah Gerakan “cinta ilmu” ; sebenarnnya hal ini bukan merupakan hal
baru dalam diri IMM, jika dilihat makna dari Tri Kompetensi Dasar kita akan
melihat betapa kuatnya identitas keilmuan pada IMM, logo dari IMM yang
berbentuk pena-pun menggambarkan serupa. Sehingga bisa dikatakan lahirnya IMM
ini juga karena disebabkan untuk memenuhi stok kader Intelektual di Tubuh
Muhammadiyah.
Resume Buku :
IMM untuk Kemanusiaan “Dari nalar ke aksi” (Bab IMM dan dakwah kemanusiaan
karya IMMawan Amirullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar