Oleh:Tati
(Kabid Hikmah PC IMM Djazman Al-Kindi)
Sejarah kelahiran Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah(IMM) tidak lepas dari sejarah dan maksud PP Muhammadiyah
mendirikan IMM yakni untuk gerakan dakwah Muhammadiyah dikalangan mahasiswa.
Selain kelahiran Muhammadiyah yang berlandaskan pada faktor intergral terdiri
dari faktor internal dan eksternal, maka IMM pun lahir disebabkan karena faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu sebagai kebutuhan Muhammadiyah
sedangkan faktor eksternal karena persoalan politik bangsa Indonesia yang
sedang memanas pada masa orde lama.
Beberapa sumber buku yang dipercaya,
kelahiran IMM yang masih tumpang tindih dengan HMI, HMI yang awal mula
berdirinya digagas oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah menjadi pijakan bagi mahasiswa
Muhammadiyah untuk memperjuangan gerakan Muhammadiyah, namun seiring
berjalannya dinamika di HMI, sebagian tokoh Muhammadiyah kala itu beranggapan
HMI mulai bergeser dari nilai-nilai dan ideologi Muhammadiyah, maka mereka
berinisiasi perlu adanya perhimpunan baru yang mewadahi pelajar dan mahasiswa
agar kembali sesuai dengan tujuan Muhammadiyah yaitu dengan dilahirkannya IMM
pada tanggal 14 Maret 1964. HMI dan IMM memiliki kesamaan sebagai organisasi
mahasiswa islam. Karena merasa satu rumpun dengan Muhammadiyah, maka pada waktu
HMI terancam dibubarkan, disitulah IMM dilahirkan guna menjaga stabilitas
gerakan mahasiswa Muhammadiyah.
Usia 53 bukanlah
hal mudah untuk IMM berdiri kokoh, banyak hal yang diperjuangkan kader IMM,
terlebih tokoh-tokoh pendiri IMM waktu itu yang masih genting dengan sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Cara tersebut tentunya berbeda dengan cara
perjuangan kader IMM di era reformasi. Di masa kini, kader IMM dituntut untuk
melakukan perjuangan sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Oleh karenanya,
dibutuhkan rasa militansi sebagai konsistensi perjuangan saat mengikrarkan diri
menjadi kader ikatan.
Militansi dalam
KBBI diartikan sebagai ketangguhan dalam berjuang, Kalau pendiri IMM terdahulu
secara tegas menyusun strategi dalam mempertahankan kemerdekaan RI dengan
terlibat pada kegiatan kebangsaan sekaligus mengupayakan untuk kekuatan
ormas-ormas mahasiswa. Maka yang dapat dilakukan kader IMM saat ini adalah
mempertahankan kemerdekaan RI dari sektor industrial dan pasar global yang
mengancam ekonomi Indonesia, memasifkan intelektual dari strategi investor
luar, melakukan perkaderan guna mencerdaskan kehidupan bangsa, bersikap tegas diranah
hybernasi media, berperan serta pada kebijakan
pemerintah yang tidak pro rakyat,
serta mampu hadir dalam pengabdian masyarakat Indonesia, dan lain sebagainya.
Militansi kader
dalam anggapan penulis dimaknai sejauh mana kader IMM bergerak/take action pada setiap persoalan
kebangsaan dan kemuhammadiyahan di sekelilingnya. Kader militan memiliki
nasionalis/kecintaan yang tinggi terhadap IMM itu sendiri, sehingga dengan rasa
cinta tersebut senantiasa diupayakannya dalam setiap langkah sebagai kader IMM.
Kader militan telah melekat dalam dirinya rasa haus akan kontribusi nyata yang
diberikan untuk IMM, Muhammadiyah, dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Di samping itu,
dengan persoalan bangsa yang multidimensional ini, sudah seharusnya kader IMM
turut andil dalam mengentaskannya, IMM sebagai gerakan eksponen mahasiswa mampu
mengubah paradigma berpikir tidak hanya mahasiswa, melainkan pemerintah dan
masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, dibutuhkan nilai khusus yang harus
melekat dalam cendekiawan berpribadi ini.
Berbicara militansi
seorang kader ikatan, khususnya di kalangan IMM Djazman Al-Kindi memiliki
parameter yang harus dicapai, sekalipun setiap kader memiliki karakteristik
yang berbeda, tapi nilai-nilai luhur IMM-lah yang menjadi pemersatu. Kader IMM
sudah melekat dalam dirinya nilai trilogi, tri kompetensi dasar, nilai dasar
ikatan, identitas IMM maupun nilai dasar ikatan. Seorang kader IMM khatam akan falsafah gerakan IMM
sendiri, yakni dengan menerapkan prinsip-prinsip organisasi yang diantaranya;
kolektiif kolegial, bergaris massa, Inisiatif aktif, kesatuan antara teori dan
tindak, dan kritik oto kritik. Parameter tersebut bisa diperkuat dengan perjuangan
sesuai hirarkinya, pedoman organisasi perkaderan, dan mengupayakan praksis
gerakan sosial yang nyata. Kader IMM tidak lagi saling menunggu dalam
rantingnya, melainkan inisiatif aktif dalam setiap perjuangannya. Hal itulah
yang menghadirkan karakteristik dan jati diri seorang kader ikatan.
Berdasarkan
deklarasi IMM di Malang pada tahun 2002, kader progresif ditandai dengan
kematangan intelektual, mantap aqidah dan progresif dalam aksi. Sehingga jika
dikontekstualisasikan dalam perjuangan masa kini, kader IMM hendaklah
menghadirkan gerakan tersebut sesuai dengan arahan dan internalisasi organisasi
guna penegasan nyata atas persoalan bangsa.
Dalam momentum
Milad IMM ke-53, makna miltansi diartikan sebagai refleksi kritis atas
kontribusi yang dilakoninya. tidak harus disebutkan penulis dalam tulisan,
cukup menjadi kritik oto kritik di internal kader IMM sendiri dengan
merefleksikan dirinya atas kontribusi dan hal apa saja yg sudah dilakukannya untuk
IMM. Dengan hal tersebut diatas, maka kader IMM mampu mewujudkan bakti nyata
baik dalam ikatannya, Persyarikatan Muhammadiyah, serta masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar