Yogyakarta,
25 April 2016
FILOSOFI GERAKAN IMM
Oleh: Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Refleksi
Kader IMM Djazman Al-Kindi yang tergerus arus liberalisme dalam
kontekstualisasi menejemen organisasi yang memicu perpecahan antar ranting yang
berjalan tidak sebaris.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah organisasi
otonom yang dibawahi langsung oleh persyarikatan Muhammadiyah, Muhammadiyah
sendiri merupakan organisasi islam dan bukan golongan islam. Sebagai organisasi
otonom Muhammadiyah, tujuan IMM tidak lepas dari tujuan persyarikatan, yakni “mewujudkan akademisi islam yang berakhlak mulia
berdasarkan tujuan muhammadiyah” sedang tujuan muhammadiyah adalah menegakan
dan menjunjung tinggi mayarakat islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Sehingga dapat dikerucutkan bahwa tujuan IMM adalah
terbentuknya akademisi yang bertujuan menegakan kemaslahatan umat, karena
berada pada tataran mahasiswa maka umat yang dimaksud ditekankan pada
kemahasiswaan.
IMM mamiliki tujuan organisasi yang bernilai luhur,
sebagai organisasi yang menggerakkan dan melakukan perkaderan, tak ayal jika
IMM memiliki nilai falsafah kuat berdasarkan ideologinya.
Perkaderan
merupakan usaha unruk membentuk pemimpin dan pada dasarnya semua manusia
sebagai pemimpin. Maka, tugas dalam perkaderan adalah membentuk jiwa pemimpin
dalam diri manusia untuk muncul dan menjadi identitas bagi manusia tersebut. Namun
bagaimanakah pemimpin ini seharusnya? Rasulullah bersabda “Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu
akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin…”. Seorang pemimpin
berperan bagi umat yang dipimpinnya, bagaimana seorang memimpin itu?
1.
Ali Imron (104 & 110)
"Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar (104).
"Kamu adalah
umat yag terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf,
dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik lagi bagi mereka; diantara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik". (110).
Disanalah
peran seorang pemimpin sesungguhnya, dalam q.s. Ali Imron 104, menyeru kepada
yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Tak ada pertentangan dalam teks qur’an
diatas. Namun bagaimana dengan penafsiran manusia di realita kehidupannya? Khususnya
di penafsiran Imm sebagai organisasi pergerakan.
Sebagai
organisasi pergerakan, tentu tak bisa lepas dari permasalahan sosial baik
kemahasiswaan maupun kemasyarakatan. Saat seorang pemimpin, manusia, dan
organisasi pergerakan menafikan adanya permasalahan sosial, maka mereka ada
seorang pendusta agama. Lihatlah bagaimana Alloh SWT mengingatkan manusia dalam
surat Al-maun;
2.
Al-Maun
Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (1), Itulah orang
yang menghardik anak yatim (2), dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin (3), Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (4), (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya (5), orang-orang yang berbuat riya (6), dan
enggan (menolong dengan) barang berguna (7).
Kalau KHA. Ahmad Dahlan dahulu selalu menyumbangkan barang-barang pribadinya, maka apa yang bisa
dilakukan IMM sebagai organisasi pergerakan saat ini? misalnya dengan memberikan tenaga dan pikiran
melalui organisasi. Sudahkah kita merealisasikan hal tersebut? Bagaimana manifestasi dari kaum intelektual ini?
Kamu
adalah pemimpin, maka bergeraklah sebagai pemimpin, serulah seruan itu melalui
organisasi yang bukan semata untuk konsumsi organisasi tetapi pun mencetak
kader dengan output ke masyarakat.
Maka, sudahkah kamu memenuhinya?
3.
An
Nahl (125)
Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.
Tujuan yang satu kesatuan akan diterima berbeda ketika
penggunaan metode yang kurang tepat, maka sampaikanlah dengan komunikasi yang
tidak menimbulkan tendensi pada tingkat emosional sebagai
layaknya seorang pemimpin.
4.
Yusuf
(108)
“Katakanlah:
‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (mu)
kepada Allah diatas bashirah (hujjah yang nyata), Mahasuci Allah, dan aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).
Ini
merupakan praktek yang nyata dimana kita membutuhkan sebuah alat perjuangan
yaitu organisasi untuk mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar.
5.
As
Shaf (2,3, dan 11)
Wahai
orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? (2), (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (3), (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu (11).
Berorganisasi
dengan menyatakan diri menjadi ikrar bagi masing-masing pribadi. Persoalan
berjalannya belum beramanah itu adalah perihal tanggungjawabnya terhadap sang
pencipta. Ayat tersebut juga menjelaskan salah satu ciri orang yang munafik,
dan mempraktikan kebohongan “wacana” dalam organisasi jika apa yang
dikatakannya tidak sesuai dengan tindakannya.
6.
Al
Baqarah ( 118 )
Dan
orang-orang yang tidak mengetahui berkata: “Mengapa Allah tidak (lang-sung)
berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami”.
Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan
mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah men-jelaskan tanda-tanda
kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin (118).
Apa
yang disampaikan sesuai dengan hati dan tindakannya.
Apakah pemimpin ini telah mejadi pemimpin atau sebatas pemimpi perubahan? Apakah
telah ada jiwa pemimpin dari diri kita pada kader-kader pemimpin yang memimpin?
Entahlah, masih seperti kumpulan orang pembuat acara untuk mencari nama.
Seorang
pemimpin bukan pemimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar